Solideror.id,Yogyakarta- “Jika di jalan tidak banyak terlihat adanya difabel yang mengakses jalan raya, itu diakibatkan oleh kurangnya kesempatan bagi difabel mengakses jalan raya, oleh karena tidak diberikannya Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagai legalitas dalam berkendara, serta infrastruktur dan manajemen lalu lintasnya yang harus dibenahi,” ujar
ï»żLEGAL REVIEW Di DKI Jakarta, pernah diberlakukan kawasan bebas kendaraan roda dua, sementara kendaraan roda empat dibebaskan untuk melintas, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial dikalangan rakyat kecil yang hanya memiliki kendaraan “kelas rakyat” sepeda motor roda dua. Adapun kaedah norma dimaksud ialah Pasal 3 Ayat 1 dan Ayat 2 Pergub DKI Nomor 141 Tahun 2015 juncto Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Gubernur Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor, yang melarang para pengendara motor melintasi Jalan MH. Thamrin, segmen Bundaran Hotel Indonesia HI sampai dengan Bundaran Air Mancur Monumen Nasional Monas; dan Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta Pusat dari Pukul 0600 sampai dengan Pukul 2300 WIB. Selang cukup lama peraturan tersebut berlaku, sampai pada akhirnya terbit putusan Mahkamah Agung RI perkara permohonan keberatan hak uji materiil register Nomor 57 P/HUM/2017 tanggal 21 November 2017, antara 1. YULIANSAH HAMID, pekerjaan Wartawan; 2. DIKI ISKANDAR, pekerjaan Pengemudi / Driver Gojek Angkutan Aplikasi Online, sebagai Para Pemohon; melawan - GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, selaku Termohon. Dimana terhadap permohonan uji materiil yang diajukan kedua warga tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut “Bahwa Para Pemohon dalam kedudukannya sebagai perorangan Warga Negara lndonesia, menganggap dirugikan haknya dengan keberlakuan Peraturan obyek keberatan Hum a quo karena tidak berkeadilan bagi Pemohon dan diskriminatif terhadap pengendara sepeda motor padahal setiap orang sama hak dan kedudukannya dihadapan hukum, karena Para Pemohon sebagai golongan menengah kebawah, dianggap sebagai penyebab terjadinya kemacetan sedangkan Pemohon II adalah Pengendara Sepeda Motor dan sepeda motor dijadikan sebagai alat pencari nafkah berdasarkan aplikasi Gojek Online yang tidak bisa mencari nafkah di kawasan pembatasan lalu lintas sepeda motor tersebut sehingga mengalami kerugian yang konkret; “Bahwa pokok permohonan keberatan hak uji materiil adalah Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor juncto Pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 141 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Bukti P-1a dan P-1b; “Bahwa setelah mencermati dan mempelajari dalil-dalil permohonan dari Para Pemohon dan Jawaban dari Termohon serta bukti-bukti surat/tulisan yang diajukan, Mahkamah Agung berpendapat bahwa dalil-dalil Para Pemohon tersebut dapat dibenarkan dengan pertimbangan sebagai berikut - Bahwa Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. - Bahwa tujuan Pengaturan penyelenggaraan jalan adalah untuk mewujudkan pelayanan jalan yang andal dan prima serta berpihak pada kepentingan masyarakat serta mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mendukung terselenggaranya sistem transportasi yang terpadu; - Bahwa untuk terpenuhinya peranan jalan sebagaimana mestinya tersebut, pemerintah mempunyai wewenang dan kewajiban melakukan penyelenggaraan jalan berdasarkan pada asas kemanfaatan, keamanan, keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan dan kemitraan sesuai paradigma negara hukum yang diperuntukkan guna kesejahteraan dan ketenteraman warganya, sehingga hukum dan peraturan perundang-undangan yang dibuat adalah untuk rakyat, yang mampu mengayomi, melindungi dan memberi kebahagiaan bagi segenap bangsa dan tumpah darah dan bukan sebaliknya. - Bahwa dengan mendasarkan kepada hal tersebut, adalah keniscayaan bagi Pemerintah untuk terlibat secara aktif dan menjadi tanggung jawab Pemerintah untuk melakukan pengaturan penyelenggaraan jalan, yang tujuannya agar hak masyarakat untuk mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mendukung terselenggaranya sistem transportasi yang terpadu tersebut dapat dipenuhi sehingga masyarakat dapat hidup secara layak; - Bahwa dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas dan mengendalikan pergerakan lalu lintas jalan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ditetapkan Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 juncto Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 141 Tahun 2015 Pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 obyek keberatan HUM aquo; - Bahwa dasar hukum diterbitkannya obyek keberatan HUM aquo secara eksplisit tertuang dalam bagian konsideran mengingat antara lain adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 Tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas; - Bahwa dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Pasal 133 1 ditentukan bahwa Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan Ruang Lalu Lintas dan mengendalikan pergerakan Lalu Lintas, diselenggarakan manajemen kebutuhan Lalu Lintas berdasarkan kriteria a. Perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan Bermotor dengan kapasitas Jalan; b. Ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum; dan c. Kualitas lingkungan. “Selanjutnya dalam ketentuan PP 32 tahun 2011 Tentang Manajemen Dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas Pasal 60 1 diatur bahwa Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas dan mengendalikan pergerakan lalu lintas, diselenggarakan manajemen kebutuhan lalu lintas berdasarkan kriteria a. perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan; b. ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum; dan c. kualitas lingkungan. “Kemudian pada Pasal 70 ayat 1 ditentukan bahwa Pembatasan lalu lintas sepeda motor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat 2 huruf c dapat dilakukan apabila pada jalan, kawasan, atau koridor memenuhi kriteria paling sedikit a. Memiliki perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,5 nol koma lima; dan b. Telah tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum dalam trayek yang memenuhi standar pelayanan minimal pada jalan, kawasan, atau koridor yang bersangkutan. - Bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 yang menjadi dasar hukum peraturan obyek keberatan Hum aquo secara jelas memberikan syarat bahwa untuk melakukan pembatasan lalu lintas sepeda motor, dipersyaratkan terlebih dahulu tersedianya jaringan dan pelayanan angkutan umum dalam trayek yang memenuhi standar pelayanan minimal pada jalan, kawasan, atau koridor yang bersangkutan sehingga terbitnya Peraturan Gubernur obyek keberatan HUM a quo yang membatasi kendaraan sepeda motor melintasi di jalan segmen Bundaran HI, sampai dengan Bundaran Air Mancur Monas Dan Jalan Medan Merdeka Barat sementara syarat tersedianya jaringan dan pelayanan transportasi publik yang memenuhi standar pelayanan minimal pada jalan, kawasan, atau koridor tersebut belum terpenuhi adalah bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi yang menjadi dasar hukum diatasnya. Oleh karena itu konsepsi yang dirumuskan dalam Pasal 133 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 juncto Pasal 70 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011, tidak menjadi acuan yang cukup digambarkan dalam Peraturan Gubernur Obyek keberatan HUM aquo; - Bahwa Pemberlakuan objek HUM a quo tidaklah memberikan solusi atas masalah kelancaran dan keterjangkauan lalu lintas pada kawasan pembatasan lalu lintas sepeda motor tersebut yaitu jalan segmen Bundaran HI, sampai dengan Bundaran Air Mancur Monas Dan Jalan Medan Merdeka Barat oleh karena pemberlakuan obyek HUM a quo tanpa memberikan solusi atau alternatif penyelesaian masalah keterjangkauan bagi pengendara kendaraan roda dua untuk mengakses jalan, kawasan, koridor dimaksud, semestinya Pemerintah memberikan solusi alternative bagi pengendara kendaraan roda dua dalam memenuhi kelancaran dan keterjangkauan pada kawasan dimaksud sehingga diperlukan adanya infrastruktur lalu lintas yang memadai bagi seluruh pengguna ruang lalu lintas di kawasan tersebut dengan menyediakan jalur khusus bagi kendaraan sepeda motor atau jalur alternatif dengan aksebilitas yang seimbang guna memberikan perlindungan dan kepastian hukum secara sama dan setara bagi segenap warga Negara yang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk dapat hidup secara layak, sehingga peraturan tidak hanya melindungi serta memberikan kepastian hukum bagi sebagian orang khusus tertentu yang tentunya hal tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 199 Tentang Hak Asasi Manusia; - Berdasarkan uraian tersebut diatas materi muatan objek keberatan HUM aquo tidak mencerminkan asas keadilan dan asas persamaan dalam hukum dan pemerintahan serta tidak berdasar pada asas kejelasan tujuan, khususnya asas ke lima, yaitu kedayagunaan dan kehasilgunaan; - Bahwa pembentukan suatu peraturan perundang-undangan in casu Peraturan Gubernur obyek keberatan HUM a quo adalah dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum secara sama dan setara bagi segenap warga negara, sehingga tidak hanya melindungi serta memberikan keistimewaan bagi sebagian orang khusus tertentu sehingga bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 dan 6 Undang undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Perundang-undangan; “Bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, dalil permohonan Para Pemohon beralasan hukum; “Konklusi “Bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan diatas, Mahkamah Agung berkesimpulan - Mahkamah Agung berwenang untuk mengadili permohonan keberatan hak uji materiil; - Para Pemohon memiliki kedudukan hukum legal standing untuk mengajukan permohonan a quo; - Pokok permohonan dari Para Pemohon beralasan menurut hukum; “Oleh karena itu, permohonan keberatan hak uji materiil patut untuk dikabulkan, dan pasal-pasal yang menjadi objek permohonan harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan selanjutnya memerintahkan kepada Termohon untuk mencabut objek permohonan keberatan a quo; “M E N G A D I L I 1. Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon 1. YULIANSAH HAMID, 2. DIKI ISKANDAR tersebut; 2. Menyatakan Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor juncto Pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 141 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda motor, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu - Pasal 133 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 199 Tentang Hak Asasi Manusia serta, Pasal 5 dan 6 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan; 3. Menyatakan Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor juncto Pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 141 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 4. Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Percetakan Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara.” © Hak Cipta HERY SHIETRA. Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.
Pemilik sebidang tanah atau pekarangan, yang demikian terjepit letaknya antara tanah-tanah orang lain, sehingga ia tak mempunyai pintu keluar ke jalan atau parit umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya supaya memberikan jalan kepadanya melalui pekarangan pemilik tetangga itu, dengan mengganti ganti rugi yang seimbang.”
Jalan Umum adalah Jalan yang dipertuntukkan bagi lalu lintas umum. Pendirian bangunan di atas jalan umum tanpa hak dan merugikan kepentingan umum dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. Mendirikan bangunan di atas jalan umum tanpa hak adalah merugikan kepentingan umum, sehingga orang yang dirugikan berhak menuntut ganti kerugian atas akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Dasar hukum nya terdapat pada Pasal 1365 KUH Perdata bahwa Tiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian. Dengan berdirinya suatu bangunan diatas jalan umum maka akibatnya mengurangi fungsi jalan umum tersebut, mempersempit jalan umum atau akhirnya lalu lintas jalan umum untuk kendaraan roda dua tidak bisa berselisihan, apalagi untuk kendaraan roda empat bilamana adanya kebakaran maka jelas kendaraan roda empat tidak bisa melalui jalan umum tersebut, sehingga jelas hal ini merugikan merugikan kepentingan umum. Berdasarkan Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UUPA, pada Pasal 6 yang menyatakan bahwa “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Menurut Penjelasan Umum UUPA tentang Dasar-dasar Hukum Agraria Nasional, bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan atau tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya, akan tetapi harus mempertimbangkan kepentingan umum atau kepentingan orang lain. Hal ini merupakan penerapan pasal 6 Undang Undang Pokok Agraria no. 5 Tahun 196 bahwa semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial, tidak dibenarkan jika pemanfaatan tanah yang dimilikiya hanya di manfaatkan untuk kepentingan pribadi tanpa mementingkan kepentingan orang sekitarnya atau kepentingan umum apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Pun kalau lah bangunan tersebut didirikan diatas hak tanah si pendiri, berdasarkan Pasal 667 KUHPerdata yang isinya “Pemilik sebidang tanah atau pekarangan yang terletak di antara tanah-tanah orang lain sedemikian rupa sehingga ia tidak mempunyai jalan keluar sampai ke jalan umum atau perairan umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya, supaya diberi jalan keluar untuknya guna kepentingan tanah atau pekarangannya dengan kewajiban untuk membayar ganti rugi, seimbang dengan kerugian yang diakibatkannya.” Maka pihak yang tertutup jalan keluarnya berhak untuk menuntut kepada tetangga/pemilik pekarangan agar diberi akses jalan menuju tanah miliknya. Artikel Terkait Het Recht Hink Achter De Feiten AAN Views 675
Akseslegal atas kawasan hutan ini dituangkan dalam lima bentuk skema pengelolaan, yakni hutan nagari atau hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat,hutan adat, dan kemitraan kehutanan. Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno (IP) menyebutkan, Sumatra Barat kebagian 500 ribu hektare perhutanan sosial yang bisa
Home Peristiwa Senin, 20 Februari 2023 - 0531 WIBloading... Penutupan jalan akses warga di Gang Besan, Serpong, Tangerang Selatan menambah daftar persoalan hak atas tanah yang menghebohkan di wilayah Jabodetabek. Foto SINDONEWS/Dok A A A JAKARTA - Penutupan jalan akses warga di Gang Besan, Serpong, Tangerang Selatan Tangsel, menambah daftar persoalan hak atas tanah yang menghebohkan di wilayah Jabodetabek. Penutupan akses jalan dilakukan akibat adanya proyek pembangunan di atas lahan tersebut, baik oleh pemerintah, pengusaha pebisnis, maupun individu pemilik tanah. Bahkan tak jarang penutupan jalan dilakukan hanya karena ketersingungan pribadi si pemilik lahan. Padahal, tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum. Masyarakat yang telah lama tinggal dan menggunakan akes jalan tersebut tiba-tiba terisolir akibat adanya pembangunan dari pemilik tanah atas akses jalan tersebut. Apalagi akses jalan yang ditutup satu-satunya dan warga tidak memiliki alternatif lain. Setiap warga negara, baik individu, masyarakat/kelompok, ataupun lembaga perusahaan memang berhak memiliki tanah. Pemilik tanah berhak mempergunakannya sesuai dengan kepentingannya. Akan tetapi, tanah juga mempunyai fungsi sosial yang harus memperhatikan keseimbangan antara kepentingan si pemilik dengan kepentingan masyarakat dan negara. Sesuai hukum agraria, seseorang yang memiliki hak atas tanah wajib memperhatikan fungsi sosialnya. Artinya, si pemilik tanah harus mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan Pasal 661 Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa jalan setapak, lorong atau jalan besar milik bersama dan beberapa tetangga, yang digunakan untuk jalan keluar bersama, tidak boleh dipindahkan, dirusak atau dipakai untuk keperluan lain dari tujuan yang telah ditetapkan, kecuali dengan izin semua secara hukum tidak diperbolehkan, namun persoalan penutupan akses jalan warga masih kerap terjadi. Saat ini yang tengan menjadi sorotan adalah penutupan akses jalan Gang Besan di Kampung Cicentang, Rawa Buntu, Serpong. Baca Juga Gang Besan selama ini digunakan warga sebagai akses jalan sejak puluhan tahun. Warga pribumi yang tinggal di sekitar gang menyebut jalan itu telah digunakan sejak tahun 1970-an. Lebar jalannya 3 meter dengan panjang sekitar 1 km. Di atas lahan itu kini sedang dipersiapkan proyek komersial untuk sarana parkir. Saat ini tahapan pengerjaan di lapangan masih proses pemerataan Jumat 3 Februari 2023, pekerja menutup akses gang dengan tembok beton setinggi 2 meter. Penutupan dibuat melintang di tengah gang lalu memanjang sekitar 30 meter menutup akses rumah warga. Pembangunan proyek itu sebenarnya telah disosialisasikan kepada warga sejak tahun 2022, dengan kesepakatan akses jalan tetap dibuka meski hanya 1 meter. Namun di tengah perjalanan, terjadi perselisihan yang berujung pelaporan polisi tentang perusakan barang dari salah satu warga terhadap Bayu. Pelaporan itu disebut memantik kekecewaan Bayu dan bosnya David. Hingga akhirnya akses Gang Besan ditutup total dengan tembok beton. penutupan jalan sengketa tanah akses jalan tangerang selatan rumah dipagar tetangga Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 48 menit yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu 10 jam yang lalu 10 jam yang lalu 11 jam yang lalu
Bacajuga: Tumpahan Minyak dan Dampaknya bagi Lingkungan. 1. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak asasi manusia. 2. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. 3.
The right through the yard of another is a form of social function of land rights that reflected in Article 6 of the UUPA. The social function of land rights itself tends to shift toward individual concepts, leading to the non-fulfillment of the social function of land rights. This can lead to disagreements, such as disputes over road access of yard. This study aims to determine the problems encountered in the settlement of access of yard disputes and the pattern of settlement through Mediation, State Administrative Court and General Courts. The research method used is empirical law research method with case approach done to 3 three cases related to access of yard disputes. The results showed that the problems faced in the settlement of access of yard disputes is the lack of detailed regulations on the dedication of the yard, and the unoptimal implementation of the provisions related to the access of yard in the first land registration. In relation to its implementation, dispute settlement through Mediation can be said to solve the problem more thoroughly than the handling of disputes through the judiciary, especially related to the maintenance of land registration data. Keywords Dispute Resolution, Access of Yard, Social Function of Land Rights Intisari Hak melalui pekarangan orang lain merupakan salah satu wujud fungsi sosial hak atas tanah yang jiwanya tercermin dalam Pasal 6 UUPA. Fungsi sosial hak atas tanah sendiri cenderung mengalami pergeseran menuju konsep individual, yang berujung pada tidak terpenuhinya fungsi sosial hak atas tanah. Hal tersebut dapat memicu perselisihan, seperti sengketa mengenai akses jalan bidang tanah pekarangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui problematika yang dihadapi dalam penyelesaian sengketa akses jalan bidang tanah pekarangan serta pola penyelesaiannya melalui Mediasi, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris dengan pendekatan kasus yang dilakukan terhadap 3 tiga kasus terkait sengketa akses jalan bidang tanah pekarangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa problematika yang dihadapi dalam penyelesaian sengketa akses jalan bidang tanah pekarangan adalah belum tersedianya peraturan detail mengenai pengabdian pekarangan, serta belum optimalnya pelaksanaan ketentuan terkait akses jalan bidang tanah pekarangan pada pendaftaran tanah pertama kali. Terkait pelaksanaannya, penyelesaian sengketa melalui Mediasi dapat dikatakan menyelesaikan masalah secara lebih tuntas dibandingkan dengan penanganan sengketa melalui lembaga peradilan, terutama terkait dengan pemeliharaan data pendaftaran tanahnya. Kata kunci Penyelesaian Sengketa, Akses Jalan Bidang Tanah Pekarangan, Fungsi Sosial Hak Atas Tanah To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
AcaraSeminar 'Pentingnya Perlindungan Hak Pasien Kanker Perempuan atas Akses Pelayanan Kesehatan Berkualitas Di Era JKN' yang digelar di Kementerian Kesehatan RI, Jakarta Selatan, Kamis (8/11/2018).
Authors Siti Arifatun Sholihah SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL Haryo Budhiawan SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL Sarjita Sarjita SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL DOI Abstract Abstract The right through the yard of another is a form of social function of land rights that reflected in Article 6 of the UUPA. The social function of land rights itself tends to shift toward individual concepts, leading to the non-fulfillment of the social function of land rights. This can lead to disagreements, such as disputes over road access of yard. This study aims to determine the problems encountered in the settlement of access of yard disputes and the pattern of settlement through Mediation, State Administrative Court and General Courts. The research method used is empirical law research method with case approach done to 3 three cases related to access of yard disputes. The results showed that the problems faced in the settlement of access of yard disputes is the lack of detailed regulations on the dedication of the yard, and the unoptimal implementation of the provisions related to the access of yard in the first land registration. In relation to its implementation, dispute settlement through Mediation can be said to solve the problem more thoroughly than the handling of disputes through the judiciary, especially related to the maintenance of land registration Dispute Resolution, Access of Yard, Social Function of Land RightsIntisari Hak melalui pekarangan orang lain merupakan salah satu wujud fungsi sosial hak atas tanah yang jiwanya tercermin dalam Pasal 6 UUPA. Fungsi sosial hak atas tanah sendiri cenderung mengalami pergeseran menuju konsep individual, yang berujung pada tidak terpenuhinya fungsi sosial hak atas tanah. Hal tersebut dapat memicu perselisihan, seperti sengketa mengenai akses jalan bidang tanah pekarangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui problematika yang dihadapi dalam penyelesaian sengketa akses jalan bidang tanah pekarangan serta pola penyelesaiannya melalui Mediasi, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris dengan pendekatan kasus yang dilakukan terhadap 3 tiga kasus terkait sengketa akses jalan bidang tanah pekarangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa problematika yang dihadapi dalam penyelesaian sengketa akses jalan bidang tanah pekarangan adalah belum tersedianya peraturan detail mengenai pengabdian pekarangan, serta belum optimalnya pelaksanaan ketentuan terkait akses jalan bidang tanah pekarangan pada pendaftaran tanah pertama kali. Terkait pelaksanaannya, penyelesaian sengketa melalui Mediasi dapat dikatakan menyelesaikan masalah secara lebih tuntas dibandingkan dengan penanganan sengketa melalui lembaga peradilan, terutama terkait dengan pemeliharaan data pendaftaran kunci Penyelesaian Sengketa, Akses Jalan Bidang Tanah Pekarangan, Fungsi Sosial Hak Atas Tanah Downloads Download data is not yet available. References Dakhriawan, Sawal 2014, Tinjauan Yuridis Pengabdian Pekarangan sebagai Fungsi Sosial dalam rangka Pendaftaran Tanah Studi di Kantor Pertanahan Kota Makassar’, Skripsi pada Program Diploma IV Pertanahan, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional. Gueci, Rizal Sofyan 2016, Penguatan Kedudukan Pranata Hak Servitut dan Hukum Bertetangga dalam Yurisprudensi’, Jurnal Surya Kencana Dua Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan, volume 3 nomor 1 Juli 2016, hlm 154-178, dilihat pada 10 Februari 2018, Setyorini, Beti 2012, Analisis Kepadatan Penduduk dan Proyeksi Kebutuhan Permukiman Kecamatan Depok Sleman Tahun 2010 – 2015’, Naskah Publikasi Ilmiah pada Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, dilihat pada 14 Februari 2018, /20301/14/ Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen 2000, Hukum Perdata Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta. Sonata, Depri Liber 2014, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris Karakteristik Khas dari Metode Meneliti Hukum’ Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum, volume 8 nomor 1 edisi Januari-Maret 2014, hlm 15-35, dilihat pada 13 Januari 2018, 36896-ID-metode-penelitian-hukum-normatif-dan-empiris-kar Wahyuni, Aprilia Tri 2013, Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta’, Skripsi pada Program Diploma IV Pertanahan, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional. Yusriadi 2010, Industrialisasi dan Perubahan Fungsi Sosial Hak Milik Atas Tanah, Genta Publishing, Yogyakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2007 tentang Panitia Pemeriksaan Tanah. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan. Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 tahun 1954 tentang Peralihan Hak Milik Perseorangan Turun-tumurun atas Tanah Erfelijk Individueel Bezitsrecht. Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 12 Tahun 1954 tentang Tanda yang Sah Bagi Hak Milik Perseorangan Turun Tumurun atas Tanah Erfelijk Individueel Bezitsrecht. How to Cite Sholihah, S. A., Budhiawan, H., & Sarjita, S. 2018. Penyelesaian Sengketa Akses Jalan Bidang Tanah Pekarangan. Tunas Agraria, 11.
Perlindunganhukum atas merek dalam perdagangan barang dan jasa memang mutlak diperlukan untuk mencegah dan menghindari praktek-praktek yang tidak jujur, seperti peniruan merek serta memperoleh kepastian hukum. Ketentuan di dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek menerangkan bahwa hak atas merek
LEGAL OPINION Question Sebidang tanah milik kami berbentuk enclave, dalam arti atas sebidang tanah kami dikelilingi oleh tanah milik pihak lain entah oleh beberapa pemilik lain maupun seorang pemilik tanah yang mengelilingi tanah kami. Permasalahan timbul, karena kami menjadi tidak memiliki akses jalan keluar masuk bidang tanah yang kami miliki karena tertutup oleh lahan milik pihak lain. Adakah hukum memberi solusi atas permasalahan demikian? Seperti yang kita ketahui, beberapa modus yang banyak terjadi dalam praktik ialah berupa diborongnya seluruh tanah di sekeliling tanah warga yang tidak berniat menjual tanahnya pada pihak pengembang perumahan, sehingga jadilah pemilik tanah yang bertahan hidup dalam isolasi pengurungan secara demikian. Answer Hak Pengabdian Karang merupakan hak setiap penghuni/pemilik lahan agar ia memiliki akses keluar masuk, air bersih, penerangan, serta pemandangan. Empat unsur utama tempat hunian menjadi bersifat konstitutif, artinya merupakan hak konstitusional setiap warga negara yang tidak boleh direnggut oleh pemilik tanah yang mengisolasi tanah enclave. Hal demikian telah diatur secara tegas oleh berbagai praktik peradilan yang “menghidupkan” kembali lembaga hukum yang bernama “Pengabdian Karang”, yang dalam istilah hukumnya disebut sebagai servituut. Hal ini juga diatur secara tegas dalam KUHPerdata—Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 667 dan Pasal 668. Dalam putusan Mahkamah Agung No. 1427 K/PDT/2011 tanggal 24 April 2012, Telkomsel selaku Penggugat adalah penyewa sebidang tanah yang dibangun menara BTS, kemudian pemilik lahan menjual kepada Tergugat, dimana kemudian Tergugat melarang masuk teknisi Penggugat untuk merawat BTS mereka sementara tiada jalan akses lain. Penggugat melakukan gugatan terhadap pemilik lahan karena hak pengabdian karang-nya dilanggar sehingga tidak dapat mengakses jalan masuk menuju menara pemancar sinyal seluler BTS guna perawatan dan perbaikan. Pihak Tergugat berdalih, perbuatan Tergugat melarang teknisi Penggugat untuk masuk ke lahan pekarangan rumah Tergugat adalah beralasan karena Tergugat adalah pemilik lahan pekarangan rumah yang sah berdasarkan akta jual beli dengan pemilik lahan sebelumnya dan SHM yang telah dibalik-namakan kepada nama Tergugat. Adapun amar putusan PN Jambi yang dikuatkan oleh Hakim Agung dalam tingkat Kasasi perkara aquo, diantaranya berbunyi - Menyatakan atas hukum, perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat tidak memberikan izin kepada karyawan Teknisi Penggugat untuk berjalan meniti jalan menuju Base Transceiver Station dan melakukan perawatan terhadap Base Transceiver Station merupakan perbuatan melawan hukum; - Menghukum Tergugat untuk mengijinkan karyawan Teknisi Penggugat untuk meniti jalan menuju Base Transceiver Station guna melakukan perawatan dan pemeliharaan terhadap Base Transceiver Station. Adapun dasar hukum pasal-pasal relevan dalam permasalahan hukum ini, sebagai berikut Pasal 631 KUHPerdata “Setiap pemilik boleh menutup pekarangannya, tanpa mengurangi pengecualian yang dibuat dalam pasal 667.” Pasal 667 KUHPerdata “Pemilik sebidang tanah atau pekarangan yang terletak di antara tanah-tanah orang lain sedemikian rupa sehingga ia tidak mempunyai jalan keluar sampai ke jalan umum atau perairan umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya, supaya diberi jalan keluar untuknya guna kepentingan tanah atau pekarangannya dengan kewajiban untuk membayar ganti rugi, seimbang dengan kerugian yang diakibatkannya.” ß Timbul pertanyaan, bagaimana jika pemilik tanah yang dibebani hak pengabdian karang tidak bersedia menerima ganti rugi tersebut? Berlakulah ketentuan mengenai daluarsa/hilangnya hak setelah 30 tahun. Atau dapat dititipkan uang ganti-rugi di pengadilan sebesar harga pasar atas tanah yang terkena pengabdian karang tersebut. [Note Mengenai Kedaluwarsa sebagai suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu kewajiban, lihat Pasal 1967 KUHPerdata “Semua tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena kedaluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya kedaluwarsa itu, tidak usah menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk.”] Pasal 668 KUHPerdata “Jalan keluar ini harus dibuat pada sisi tanah atau pekarangan yang terdekat ke jalan atau perairan umum, tetapi sebaiknya diambil arah yang mengakibatkan kerugian yang sekecil-kecilnya terhadap tanah yang diizinkan untuk dilalui itu.” Pasal 669 KUHPerdata “Bila hak atas ganti rugi tersebut pada akhir pasal 667 telah hapus karena kedaluwarsa, maka jalan keluar itu tetap terus berlangsung.” Pasal 670 KUHPerdata “Jalan keluar yang diberikan itu berakhir pada saat tidak diperlukan lagi dengan berakhirnya keadaan termaksud dalam pasal 667 dan siapa pun tidak bisa menuntut kedaluwarsa, betapa lama pun jalan keluar ini ada.” Pasal 671 KUHPerdata “Jalan setapak, lorong atau jalan besar milik bersama dari beberapa tetangga, yang digunakan untuk jalan keluar bersama, tidak boleh dipindahkan, dirusak atau dipakai untuk keperluan lain dari tujuan yang telah ditetapkan, kecuali dengan izin semua yang berkepentingan.” Sementara itu, bagi Anda yang memiliki bentuk tanah model “enclave” posisi tanah terisolir karena dikelilingi oleh tanah milik pihak lain, maka ketentuan yang masih berlaku hingga kini dalam praktiknya di Indonesia karena dihidupkan kembali oleh praktik peradilan meski sebelumnya telah di-“matikan” oleh UU Pokok Agraria, ialah ketentuan mengenai “Hak Pengabdian Karang” servituut, yang diatur dalam Pasal 674 KUHPerdata hingga Pasal 710 KUHPerdata, sebagaimana diatur dibawah ini Pasal 674 KUHPerdata “Pengabdian pekarangan adalah suatu beban yang diletakkan atas sebidang pekarangan seseorang untuk digunakan dan demi manfaat pekarangan milik orang lain. Baik mengenai bebannya maupun mengenai manfaatnya, pengabdian itu tidak boleh dihubungkan dengan pribadi seseorang.” Pasal 675 KUHPerdata “Setiap pengabdian pekarangan terdiri dari kewajiban untuk membiarkan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.” ß inilah elemen utama unsur dari Pengabdian Pekarangan. Pasal 676 KUHPerdata “Pengabdian pekarangan tidak memandang pekarangan yang satu lebih penting dari yang lain.” Pasal 677 KUHPerdata “Pengabdian pekarangan itu berlangsung terus atau tidak berlangsung terus. Pengabdian pekarangan yang berlangsung terus adalah yang penggunaannya berlangsung terus atau dapat berlangsung terus, tanpa memerlukan perbuatan manusia, seperti hak mengalirkan air, hak atas selokan, hak atas pemandangan ke luar, dan sebagainya. Pengabdian pekarangan yang tidak berlangsung terus adalah yang pelaksanaannya memerlukan perbuatan manusia, seperti hak melintasi pekarangan, hak mengambil air, hak menggembalakan ternak, dan sebagainya.” Pasal 678 KUHPerdata “Pengabdian pekarangan tampak atau tidak tampak. Pengabdian pekarangan tampak adalah yang ada tanda-tanda lahiriahnya, seperti pintu, jendela, pipa air dan lain-lain semacam itu. Pengabdian pekarangan tidak tampak adalah yang tidak ada tanda-tanda lahiriah mengenai adanya, seperti larangan membangun di atas pekarangan, larangan membangun lebih tinggi dari ketinggian tertentu, hak menggembalakan ternak dan lain-lainnya yang memerlukan suatu perbuatan manusia.” Pasal 681 KUHPerdata “Setiap orang berhak mendirikan gedung atau bangunan lain setinggi yang disukainya, asal ketinggian gedung atau bangunan itu tidak melanggar larangan demi kepentingan pekarangan lain. Dalam hal yang demikian, pemilik pekarangan pemberi beban pengabdian berhak mencegah peninggian atau menyuruh mengambil semua yang dilarang menurut dasar haknya.” ß Inilah yang disebut dengan hak atas pemandangan dan atas penerangan, sehingga bila tetangga sekeliling rumah Anda membuat tembok pembatas rumah yang membuat pemandangan serta pencahayaan rumah Anda terisolir secara fisik, maka Anda punya hak untuk melarang pembangunan demikian. Pasal 682 KUHPerdata “Yang dimaksud dengan hak pengabdian pekarangan mengalirkan air dan meneteskan air adalah semata-mata hak mengalirkan air bersih, bukan air kotoran.” Pasal 683 KUHPerdata “Hak pengabdian selokan ialah hak untuk mengalirkan air dan kotoran.” Pasal 686 KUHPerdata “Hak pengabdian pekarangan mengenai jalan untuk jalan kaki adalah hak untuk melintasi pekarangan orang lain dengan jalan kaki; hak mengenai jalan kuda atau jalan ternak adalah hak untuk naik kuda atau menggiring ternak melalui jalan itu; hak mengenai jalan kendaraan adalah hak untuk melintas dengan kendaraan. Bila lebar jalan untuk jalan kaki, jalan ternak atau jalan kendaraan tidak ditentukan berdasarkan hak pengabdian, maka lebarnya ditentukan sesuai dengan peraturan khusus atau kebiasaan setempat. Hak pengabdian pekarangan mengenai jalan kuda atau jalan ternak mencakup juga hak pengabdian atas jalan untuk jalan kaki; hak pengabdian mengenai jalan kendaraan, mencakup juga hak pengabdian mengenai jalan kuda atau jalan ternak dan jalan untuk jalan kaki.” Pasal 687 KUHPerdata “Hak pengabdian pekarangan mengenai air ledeng ialah hak untuk mengalirkan air dari atau melalui pekarangan tetangga ke pekarangannya.” Pasal 688 KUHPerdata “Barangsiapa mempunyai hak pengabdian pekarangan, berhak membuat segala perlengkapan yang diperlukan untuk penggunaan dan pemeliharaan hak pengabdian pekarangan itu. Biaya untuk perlengkapan itu harus ditanggung sendiri dan tidak menjadi tanggungan pemilik pekarangan penerima beban.” Pasal 692 KUHPerdata “Pemilik pekarangan penerima beban tidak boleh berbuat sesuatu yang mengurangi atau merintangi penggunaan pengabdian pekarangan. Ia tidak boleh mengubah keadaan tempat atau memindahkan tempat pengabdian pekarangan ke tempat lain dari tempat semula, kecuali jika perubahan atau pemindahan itu dilakukan tanpa merugikan pemilik pekarangan pemberi beban.” Pasal 693 KUHPerdata “Barangsiapa mempunyai hak pengabdian pekarangan dianggap mempunyai segala sesuatu yang diperlukan untuk menggunakannya dengan cara memberikan beban yang seringan-ringannya bagi pemilik pekarangan penerima beban. Demikian pula hak mengambil air dari sumber milik orang lain meliputi hak untuk memasuki tempat tersebut dalam pekarangan penerima beban.” ß Ini merupakan ketentuan mengenai guidance bagi pemegang hak pengabdian karang. Pasal 701 KUHPerdata “Bila seorang pemilik dua bidang pekarangan yang sewaktu diperolehnya memperlihatkan tanda, bahwa di antara kedua pekarangan itu dahulu ada pengabdian pekarangan, kemudian memindahtangankan satu pekarangan tersebut, dan perjanjian penyerahan tidak memuat ketentuan tentang pengabdian pekarangan, maka pengabdian ini tetap berlaku untuk pekarangan yang dipindahtangankan, baik pekarangan pemberi beban maupun penerima beban.” ß Pasal ini menegaskan, Hak Pengabdian Karang turut beralih sekalipun terjadi peralihan hak atas tanah, baik itu jual-beli tanah enclave maupun jual-beli tanah di sekelilingnya. Dengan kata lain, jika terjadi jual-beli atas tanah enclave maupun tanah yang mengelilinginya, maka pengabdian karang itu wajib terus diberlangsungkan dan dihormati oleh pihak pembeli/pemilik baru. Demikian pula diatur lebih spesifik dalam Pasal 13 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PP 40/1996 “Jika tanah Hak Guna Usaha karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, maka pemegang Hak Guna Usaha wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.” Penjelasan Pasal 13 PP 40/1996 “Pemberian Hak Guna Usaha tidak boleh mengakibatkan tertutupnya penggunaan dari segi fisik yang terkurung oleh tanah Hak Guna Usaha itu. Oleh karena itu pemegang Hak Guna Usaha wajib memberikan kesempatan kepada pemegang hak atas tanah yang terkurung memiliki akses yang diperlukan.” Pasal 31 PP 40/1996 “Jika tanah Hak Guna Bangunan karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Guna Bangunan wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.” Kesimpulan Bila Anda memiliki tanah enclave, karena suatu sebab, baik karena pihak lain yang mencoba mengintimidasi Anda dengan mengisolir tanah Anda, atau Anda hendak membeli tanah enclave, maka Anda dapat menuntut hak Anda atas pengabdian karang yang menjadi beban pemilik lahan yang mengisolir lahan Anda. Hal ini merupakan mekanisme hukum yang bersifat imperatif dan mengikat, sehingga pihak yang dibebaninya tidaklah dapat menolak hak Anda atas akses jalan dan air serta penerangan, selama hal ini dilakukan secara wajar dan proporsional. Beberapa pihak memang berpendapat bahwa hak pengabdian karang telah di-“matikan” oleh Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960, namun hukum kebiasaan dan yurisprudensi putusan pengadilan memainkan peran signifikan dalam hukum perdata di Indonesia guna menutup kekosongan hukum, sebagai salah satu sumber hukum formil. 
 © Hak Cipta HERY SHIETRA. Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.

Berkaitanhak atas akses informasi dapat dijelaskan melalui peraturan hukum internasional dalam Deklarasi Universal atas Hak Asasi Manusia (Universal Declartion Human Right/UDHR) pasal 19 memberikan penjelasan bahwa setiap orang memiliki hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi. Penjelasan tentang Hak tersebut termasuk

Jakarta - Proyek perumahan yang tidak terintegrasi secara menyeluruh membuat masalah baru. Antar pengembang saling bersaing, salah satunya akses jalan umum. Ujungnya tidak sedikit yang berakhir dialami pembaca detik's Advocate yang diceritakan dalam sepucuk surat elektronik berikut iniPerkenalkan nama saya V. Saya salah satu konsumen di salah satu perumahan bersubsidi bank di daerah saya. Di sebelah perumahan saya, terdapat perumahan bersubsidi lain yang berbeda developer dengan perumahan saya. Akses jalan ke perumahan saya harus melewati jalanan utama dari perumahan karena suatu masalah antar developer, akhirnya akses jalan tersebut ditutup dengan beton setinggi 1 meter oleh pihak developer perumahan sebelah, sehingga jalanan tersebut akhirnya tidak dapat dilalui. Sekedar informasi bahwa jalanan tersebut memang milik perumahan sebelah karena tidak diserahkan ke pemerintah saya, apakah saya dan warga dari perumahan saya bisa menggugat perumahan sebelah berhubung jalanan tersebut digunakan untuk kepentingan umum?Apakah saya dan warga perumahan saya bisa menggugat bank atau pihak developer untuk pembukaan akses jalan tersebut? Ke mana kami harus mengadukan nasib?Terima kasih atas menjawab permasalahan di atas, detik's Advocate menghubungi advokat Edy Halomoan Gurning, SH, MSi. Berikut pendapat hukumnya Terima kasih atas pertanyaan yang telah Saudara sampaikan. Permasalahan yang relatif sama juga pernah terjadi antara PT Bumi Serpong Damai,Tbk., PT Putra Veritas dan PT. Smart Telecom dengan Warga Lengkong Gudang yang perkaranya terdaftar pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor 191/ Pada Putusan Peninjauan Kembali Nomor 182PK/Pdt/2017, Hakim Agung pada Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali dengan pertimbangan, sebagai berikut"Bahwa alasan-alasan Peninjauan kembali tidak dapat dibenarkan karena tidak ditemukan kekhilafan hakim/Judex Juris, dan tidak ditemukan suatu kekeliruan yang nyata, oleh karena pendapat Judex Juris bertumpu pada fakta bahwa hak servitut di atas tanah objek sengketa telah ada sejak tahun 1937 yang digunakan oleh warga setempat untuk jalan menuju Desa Dadap Rawa Buntu, sehingga penutupan jalan tersebut oleh Tergugat II sejak 9 Maret 2006 harus dibuatkan jalan penggantinya. Hal tersebut sesuai dengan Ketentuan Pasal 6 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial;"Oleh karena ditolaknya permohonan Peninjauan Kembali tersebut, maka PT Bumi Serpong Damai,Tbk., PT Putra Veritas, PT. Smart Telecom, Bupati Tangerang, Wali Kota Tangerang Selatan dan Lurah Lengkong Gudang secara tanggung renteng membuat jalan pengganti untuk dapat dipergunakan warga sebagaimana isi putusan Pada Pengadilan Tingkat Pertama yakni putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 191/ contoh kasus di atas, maka Saudara dan warga dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menutup akses jalan tersebut serta pihak pemilik tanah yang di atasnya terdapat jalan. Gugatan ini dapat didasarkan pada Perbuatan Melawan Hukum atas berlakunya hak servituut Pengabdian pekarangan yang diatur pada Pasal 674 hingga Pasal 710 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata "KUH Perdata" serta pemberlakuan Pasal 6 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu semua hak atas tanah mempunyai fungsi selengkapnya di halaman juga 'Proyek Apartemen Mangkrak, Tapi Cicilan tetap Berjalan'[GambasVideo 20detik]
D6iOK.
  • wqhco682bg.pages.dev/345
  • wqhco682bg.pages.dev/52
  • wqhco682bg.pages.dev/107
  • wqhco682bg.pages.dev/356
  • wqhco682bg.pages.dev/4
  • wqhco682bg.pages.dev/150
  • wqhco682bg.pages.dev/334
  • wqhco682bg.pages.dev/137
  • wqhco682bg.pages.dev/9
  • hak atas akses jalan